Jakarta - Karena dinilai sedang sakit, PSSI perlu segera dicarikan obat mujarab supaya bisa kembali sehat. Skorsing FIFA pun, jika itu membawa kebaikan, kenapa tidak?
"PSSI itu lagi sakit. Tapi kalau mau sembuh tidak cuma dengan berdoa, harus ada obatnya," komentar Hendri Mulyadi, suporter yang pernah bikin heboh beberapa waktu lalu, dalam diskusi yang digelar di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), hari Minggu (7/3/2010) siang.
Apa yang diucapkan Hendri bisa jadi ada benarnya. Hendri, sama seperti kebanyakan suporter timnas Indonesia dan penggemar sepakbola nasional lainnya, hanya ingin melihat perbaikan dalam prestasi timnas Indonesia. Atas dasar itu juga ia gemas kala Indonesia tak kunjung bisa membobol gawang Oman di Pra Piala Asia lalu, sehingga akhirnya nekat meloncat masuk ke dalam lapangan.
Mengapa PSSI disebut sakit? Sebagai induk organisasi sepakbola nasional, PSSI adalah badan yang paling bertanggungjawab atas merosotnya prestasi timnas Indonesia. Namun, bukannya sadar dan bertanggungjawab, yang keluar dari lembaga tersebut malah dalih dan kilahan.
Ambil saja contoh kala Nurdin Halid mengeluhkan buruknya kualitas pemain usai kegagalan timnas melaju ke Piala Asia 2011. Pemain mungkin saja dinilai tampil kurang maksimal di lapangan, tapi bukan berarti PSSI lepas tangan bukan?
Belum lagi mengenai desakan Nurdin untuk mundur dari jabatan. Mungkin untuk yang satu ini para penggemar sepakbola nasional juga sudah lelah. Sampai berbusa mulut berteriak menyuarakan agar Nurdin mundur, yang bersangkutan anteng-anteng saja mempertahankan jabatannya.
Jadi, wajar jika sebutan "sakit" itu tengah dialamatkan ke PSSI. Lalu, apa obatnya? Inilah yang patut dicari.
Akhir Maret nanti, akan dihelat sarasehan sepakbola nasional. Acara yang dicetuskan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini bertujuan untuk sama-sama mencari jalan keluar dari permasalahan sepakbola di tanah air, yang mana di dalamnya terdapat persoalan mengenai PSSI dan juga tim nasional.
Ada wacana bahwa dalam sarasehan ini akan muncul desakan agar PSSI dirombak kepengurusannya dan Nurdin diminta mundur dari jabatannya sebagai ketua umum.
Dibutuhkan kesadaran dari para pengurus PSSI bahwa mundur bukan berarti kehilangan harga diri. Tetapi dengan mundur, itu artinya mereka sudah merelakan agar PSSI ditangani oleh orang yang lebih baik.
"Apabila mereka memang mengurus PSSI demi 'Merah-Putih', dan bukannya demi periuk nasi, mereka harusnya merasa tertolong dengan hal ini," ujar anggota Komisi X DPR RI Dedy Gumelar.
Kalau kemudian timbul rasa takut bahwa Indonesia akan diskorsing FIFA lantaran pihak pemerintah terlalu ikut campur, maka ini dinilai sebagai sebuah risiko demi kemajuan.
"Katakanlah kalau nanti Presiden berpidato membuka kongres itu sebagai ikut campur pemerintah, maka silakan saja diskorsing. Toh selama dua tahun ke depan kita tak akan ikut apa-apa. Lebih baik mundur dua tahun, tetap kita maju pada tahun-tahun berikutnya," lanjut Dedy lagi.
"Meksiko pernah diskorsing dua tahun karena pemalsuan umur. FIFA biasanya akan menskorsing sesuai dengan kesalahan. Tapi saya pikir kita mungkin akan diskorsing dua tahun karena ini. Lebih baik diskorsing dua tahun demi kemajuan seterusnya," ucap wartawan kawakan Sumohadi Marsis, mengamini Dedy.
Kalau risiko sudah berani ditanggung dan perombakan kepengurusan sudah dianggap sebagai "obat", jadi tunggu apa lagi? Bukanlah semakin cepat PSSI sehat, semakin cepat pula kondisi persebakbolaan nasional bisa diperbaiki.
Rossi Finza Noor - detiksport