Staf Ahli Diganjar Dua Tahun Sukotjo dalam Kasus Korupsi Koperasi
Diposting oleh pendidikan danpersahabatan di 08.20PASURUAN - Sukotjo, staf ahli Pemkot Pasuruan, kemarin (18/2) diganjar vonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) setempat. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus penyelewengan dana permodalan untuk koperasi Rp 735 juta saat masih menjabat kepala Dinas Koperasi.
Vonis lengkap untuk Sukotjo ialah dua tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 5,4 juta subsider 3 bulan. "Terdakwa juga dikenai denda sebanyak Rp 50 juta subsider 3 bulan," kata Agus Darwanta, ketua majelis hakim, saat membacakan amar putusannya. Jumlah uang pengganti itu merupakan sisa yang harus dikembalikan terdakwa. Sebelumnya, terdakwa pernah melakukan pengembalian.
Dibandingkan tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) Anton Delyanto, vonis untuk Sukotjo ini terbilang lebih berat. Sebelumnya, JPU menuntut Sukotjo hukuman 1,5 tahun penjara.
Dalam sidang kemarin hakim menyebut terdakwa terbukti telah menyelewengkan dana program pengelolaan penguatan permodalan (revolving) yang besarannya mencapai Rp 735 juta. Meski dalam kasus ini terdakwa sempat melakukan pengembalian duit yang diselewengkan, tapi itu tidak menghilangkan unsur pidana korupsinya.
Itu didasarkan pada pasal 3 ayat 2 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor). Dan perbuatan terdakwa dianggap bisa memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Perbuatan itu adalah termasuk dalam tindakan korupsi.
Sukotjo dalam sidang kemarin mengenakan kemeja warna merah tua dan celana hitam. Dia didampingi pengacaranya, Elisa.
Sejatinya sidang putusan Sukotjo dilaksanakan Kamis (11/2) lalu. Namun sidang hari itu ditunda karena ketua majelis hakim sakit. Sidang putusan pun baru digelar kemarin.
Sebelum menjatuhkan vonis, ketua majelis hakim Agus Darwanta didampingi dua hakim anggota, Ratna MS dan Anik Istirocha, lebih dulu membacakan poin-poin tentang kasus terdakwa.
Mulai dari menjelaskan kesalahan-kesalahan terdakwa saat menjabat sebagai Kepala Dinkop pada 2004. Di tahun tersebut Dinkop mendapat program dana revolving yang besarnya mencapai Rp 739 juta. Dana tersebut diperuntukkan 17 koperasi yang ada di Kota Pasuruan.
Pemkot lalu menunjuk Sukotjo sebagai ketua tim koordinasi program. Sayangnya dalam pelaksanaan program tersebut, dana yang seharusnya disalurkan ke 17 koperasi, hanya disalurkan kepada satu koperasi saja yakni koperasi milik pemkot. Kesalahan Sukotjo adalah, dia tidak menyalurkan dana tersebut ke seluruh koperasi.
Selain itu kesalahan terdakwa adalah menyimpan dana bantuan ke rekening pibadi. Hal ini dibuktikan melalui beberapa rekening dan kwitansi. Salah satunya surat SPM 02/P/PK/DAU/2004. "Sejumlah uang disimpan di dalam rekening Dinas Koperasi Pemkot bernomor 144003197065. Dalam rekening tersebut, spesimen tandatangan tercantum nama terdakwa sebagai pihak yang dapat mencairkan," jelas hakim Anik Istirocha.
Kemudian ada sebagian dana yang dimasukkan ke dalam rekening pribadi terdakwa. Dengan tindakannya itu, terdakwa dianggap juga telah menyalahgunakan kewenangan. Saksi yang dihadirkan di persidangan, yakni Emil Swantina (Pegawai Dinkop Pemkot) pernah mengingatkan.
Kenyataannya, setelah dana dicairkan, tidak ada koperasi yang mendapat dana revolving itu. Saksi-saksi dari 17 koperasi yang sejatinya mendapat dana, sebagian besar juga menyebut koperasinya tidak pernah mendapat dana.
Karena kasus itu, pada 7 Juli 2009 Sukotjo mulai ditahan. Dalam proses penyidikan, Sukotjo pernah mengembalikan uang sebanyak Rp 735 juta. Namun hakim memandang jumlah dana dalam kasus Sukotjo ini mencapai Rp 739 karena tambahan bunga dari bank.
Tak ayal hakim pun mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti Rp 5,4 juta. "Jika terdakwa tidak mengembalikan uang pengganti dalam satu bulan, maka negara berhak menyita harta kekayaan milik terdakwa untuk membayar uang pengganti," ujar hakim Agus Darwanta.
Di persidanganya, kata hakim Ratna, terdakwa pernah membela saat ditanya ke mana sebagian uang dipergunakan. Terdakwa menyebut ada dana yang pernah digunakan untuk mengikuti pameran. "Tapi terdakwa tidak bisa membuktikannya karena tidak ada laporan pertanggung jawabannya," ujar Ratna.
Lalu bagaimana sikap kubu terdakwa atas putusan ini? Kemarin Sukotjo maupun pengacaranya, Elisa tidak langsung menyatakan banding. "Kami pikir-pikir dahulu," ujar Elisa menjawab pertanyaan hakim. Hal serupa diungkapkan JPU Anton Delyanto.
Sementara, Elisa menyatakan bahwa langkah pikir-pikir perlu diambil karena belum tentu di sidang banding nanti besar hukuman bakal berkurang. "Di banding kan jumlah hukuman bisa berkurang atau bisa bertambah. Dan klien saya pun perlu konsultasi ke keluarganya dahulu untuk mengambil langkah banding," tuturnya. (fun/yud)
( http://www.jawapos.co.id )