J-Kurashi - Komunitas Penggemar Japanese Pasuruan
Diposting oleh pendidikan danpersahabatan di 08.01Mereka adalah sekumpulan anak muda penggemar segala yang berbau Jepang. Mulai dari musik, komik, hingga kostum player tokoh kartun. Meski baru setahun berdiri, jumlah anggotanya terus bertambah.
IKAT kepala berlambang bintang yang mirip dengan milik tokoh kartun Naruto terikat di kepala Eko. Pemuda 19 tahun itu juga membalut badannya dengan baju ninja seperti yang sering dikenakan superhero kartun yang punya banyak ilmu itu. Di tangannya, sebuah pedang dimainkan layaknya Naruto sedang melawan musuh.
Di samping Eko, puluhan anak muda juga tampil dengan berbagai gaya. Semuanya memakai costum player (cosplay) yang berbeda-beda. Ada Sailormoon, Son Goku, Ulqiora, sampai kostum hantu khas Jepang. Semuanya memang serba Jepang.
Anak-anak muda itu adalah anggota J-Kurashi, kumpulan penggemar tradisi dan budaya Jepang. Kemarin mereka berkumpul di sebuah rumah di Gang Lele Jl Panglima Sudirman Kota Pasuruan.
Sebagian dari mereka terlihat ada yang masih berdandan. Sebagian lagi ada yang melengkapi kostum dengan asesoris. Tak sedikit juga dari mereka yang sudah bergaya-gaya di depan kamera. Alunan musik Jepang yang terdengar hingga ke halaman menemani semua aktivitas mereka.
“Kami lagi kumpul-kumpul. Biasa, saling mengekspresikan diri mumpung lagi libur,” terang Pratama Adi, 23. Lelaki yang sehari-hari bekerja di kawasan PIER ini menyebutkan kumpul bareng anggota J-Kurashi sering dilakukan. Bedanya pagi itu mereka tampil dengan kostum bawaannya.
Gang Lele seringkali dijadikan tempat untuk kongkow-kongkow bareng. “Tapi terkadang kami berkumpul di kafe. Pokoknya di tempat yang nyaman untuk bergaya lah. Kumpul-kumpul itu juga bagian dari fun saja. Selebihnya adalah untuk bertukar informasi,” tambah Yunanda, salah satu anggota yang pagi kemarin mengenakan kostum Pitich ala Tired Blood.
Kostum hitam yang dikenakannya begitu serasi dengan gaya rambutnya yang dicat warna merah. Ia mengaku untuk tampil seperti kemarin, butuh waktu sekitar sejam untuk berdandan. Selesai dandan, Yunanda pun terlihat puas. Alhasil di depan kamera ponsel, lelaki yang seharinya bersekolah di SMKN Purwosari itu percaya diri untuk diambil gambarnya.
“Tiap kali kami kumpul tidak mesti dandan pakai cosplay. Paling kalau lagi ingin dan kangen, baru cosplay kami kenakan. Tapi kalau lagi males, ya kumpul-kumpul biasa saja. Namun setiap kali kumpul, pasti kami membahas habis tentang Japanese,” terang Pratama.
Di komunitas ini, Pratama menjadi ketuanya. Itu karena dialah yang mengawali terbentuknya J-kurashi 2008 lalu. Sebelum ada komunitas ini, Pratama hanyalah penggemar Japanese kebanyakan.
Ia menyukai musik dan komik Jepang. Ia juga punya band bernama Zero band. Grup band spesialis menyanyikan lagu-lagu bertema Jepang seperti J-Roks yang sudah terkenal.
Dari grup band, Pratama berpikir untuk membentuk suatu komunitas. “Kami mulai gencar mencari serba-serbi tentang Jepang. Khususnya tokoh-tokoh kartun yang ada di manga (komik) Jepang. Itu terinspirasi karena di luar daerah, komunitas sejenis sudah banyak,” ungkap Pratama.
Dari situ embrio komunitas ini mulai ada. Pada awalnya teman-teman band Zero yang memulai. Mereka mencari anak-anak muda yang doyan akan komik Jepang. “Pokoknya anak muda yang ingin mengulang masa-masa Child Hood (masa kecil). Ingin meniru tokoh pahlawan yang ada di kartun komik Jepang,” tambah Eko.
Selanjutnya acara kumpul bareng dijadwalkan. Tiap kali kumpul, anggotanya pun tak segan-segan berekspresi. Yakni mulai memakai cosplay tokoh kartun Jepang. “Setiap kumpul kami juga bertukar manga. Mencari atau meminjam manga terbitan terbaru. Misalnya mencari manga seri detektif Conan terbaru,” ujar Pratama.
Perlahan-lahan anggota komunitas ini bertambah. Hingga suatu saat mereka meresmikan tanggal 28 Mei sebagai anniversary. Semenjak itu anggota komunitas ini tak hanya berasal dari penggemar komik saja. Tapi juga penggemar lagu-lagu atau grup band asal Jepang.
“Setiap ada lagu baru, entah itu banzai punk rock, alternatif banzai, pokoknya lagu-lagu yang dinyanyikan dengan syair Jepang, anggota selalu up date. Terutama lagu-lagu OST (Original Sound Track) film Jepang. Dari situ anggota kami mulai bertambah banyak hingga kini jumlahnya mencapai 46 orang,” papar Pratama.
Seiring brtambahnya anggota, kebiasaan lama yakni mengumpulkan cosplay tokoh Jepang tak ditinggalkan. “Sebab untuk memanjakan sifat kami, cosplay lah yang menjadi patokan. Setiap anggota pasti ingin memiliki cosplay suatu tokoh. Dan untuk itu kami rela memburu sampai ke luar kota,” ujar Yunanda yang mengaku sudah banyak memiliki cosplay.
Untuk memiliki cosplay, uang yang diperlukan pun tidak sedikit. Rata-rata harganya mencapai ratusan ribu. Bahkan ada yang jutaan. Yang mahal biasanya adalah asesoris cosplay. Misalnya saja pedang milik suatu tokoh kartun. Ataupun sepatu, sandal, gelang, kalung dan lainnya.
“Tapi kami tak putus asa. Selain karena sudah kadung senang, kami juga bisa mengkreasikannya sendiri alias membuatnya sendiri. Membuat asesoris dengan bahan dan alat sendiri. Pokoknya dibuat mirip. Toh bentuknya serupa dengan aslinya,” terang Pratama. Kalau cosplay suatu tokoh kartun sudah lengkap, mereka pun bisa bangga memakainya. Meski tujuannya sedikit pamer, itu sudah memuaskan hati mereka yang ingin tampil kembali seperti masa kanak-kanak dahulu.
Bagi anggota yang belum punya cosplay, komunitas ini pun tidak menutup mata. “Di komunitas J-Kurashi, setiap anggota juga disarankan menabung. Tujuannya supaya bisa memiliki cosplay. Anggota meresponsnya. Meski seminggu cuma Rp 5 ribu, lama-lama pasti kan akan terkumpul. Dan kalau sudah banyak, ya dibelikan cosplay. Itu yang kami terapkan setiap ada anggota baru masuk,” tambah Eko.
Kini usia komunitas ini baru setahun. Namun demikian para anggotanya berharap mereka semua bisa memberikan sumbangsih positif ke anak muda lainnya. “Kami ingin buktikan bahwa kami itu kreatif. Meski hanya ingin bermanjakan diri, setidaknya kami jauh dari narkoba. Apalagi komunitas kami kan mempedulikan seni,” terang Pratama.
Acara kumpul bareng pun diinginkan anggotanya bisa semakin sering. Syaratnya setiap kumpul bareng, anggota diwajibkan memberikan sumbangsih. Utamanya masukan tentang anime, musik atau lainnya tentang serba-serbi Jepang. “Gak mesti kumpul selalu memakai cosplay. Cosplay itu kalau kami lagi ingin. Dan setiap kami kumpul, pasti kami memilih tempat yang nyaman,” ujar Yunanda.
Itu supaya mereka menghindari komunitas lainnya yang biasanya mengejek komunitas J-Kurashi. “Suara-suara sumbang sih pasti ada. Biasa sih, antara komunitas yang satu dengan lainnya iu kan saingan. Sering kok ketika kami kumpul, suara ejekan atau cibiran sampai di telinga kami. Kami dianggap orang yang nggak nasionalis,” ujar Pratama.
Bahkan pernah mereka ditemui orang tua yang menyebut mereka terlalu membela penjajah. “Kami disebut membela Jepang, Negara penjajah Indonesia. Itu sudah biasa. Tapi itu kami anggap angin lalu. Sekarang kan sudah beda. Jepang adalah negara yang berpikiran maju. Mungkin itulah yang kami tiru sampai sejauh ini,” tutur Pratama. (jawapos.com)
FANDI ARMANTO, Pasuruan